Indonesia gelap.! Masa sih? Ahhh saya tak begitu yakin kalau bangsa ini dalam kegelapan. Gelap menurut siapa? Emang semua listrik di 38 provinsi padam? Atau rumah siapa yang lampunya mati setiap malam?
Belakangan ini, kata gelap lagi viral. Orang-orang berdiskusi di setiap tempat kopi, di kampus-kampus, di gedung-gedung elit sampai bermuara pada demostrasi mahasiswa dari Sabang sampai Merauke. Hanya soal Indonesia gelap. Gelap menurut Thomas Alva Edison tak mungkin, karena setiap listrik masih menyala ni.
Atau mungkin mereka mengunakan perspektif Adam Smith dan Jhon Stuart Mill. Kalau itu bisa jadi. Karena ada dugaan perselingkuhan Pertamina soal Pertamax plus pertalite. Juga soal Pagar laut, Danantara, Import Gula, pemangkasan anggaran kementrian, kabinet gede sampai makan bergizi di sektor pendidikan.
Kembali ke kata gelap yang sedikit logis tanpa fiksi dan metamorfosis dari eksistensi kata gelap itu sendiri. Secara kosmologi gelap berarti tak ada cahaya sekitar 95 persen atau cahaya hanya ada 5%. Begitu kata Thomas Alva Edison.
Artinya bahwa gelap hanya bisa disematkan pada posisi kalau Indonesia mengalami kegelapan secara kosmologi. Sementara di aspek ekonomi dan situasi sosial kebenaran kata gelap masih bersifat perspektif dan sarkasme dari beberapa kalangan cendikia dan politisi saja.
Kalau hanya karena pemangkasan beberapa item anggaran pendidikan, saya kira itu bisa kita diskusikan dulu. Mungkin saja ada analisis istana tentang dana pendidikan yang begitu besar dikucurkan selama ini, hanya dinikmati oleh beberapa oknum elit sampai ke kepala sekolah.
Tetapi nyaris tak ada output yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, saya kira kebijakan ini adalah bagian dari antitesa untuk menemukan formula baru dalam memajukan pendidikan Indonesia. Beda hal kalau istana dengan sengaja memangkas anggaran pendidikan hanya karena menganggap pendidikan tak prioritas itu yang keliru.
Coba kita bayangkan jika, tak ada makan gratis lalu siswa-siswi belajar dalam keadaan lapar? Apa mereka bisa belajar? Saya kira hanya ada moment tidur-tidur dan cabul-cabuli dalam kelas. Jadi mestinya makan gratis itu baik tapi dana pendidikan juga dioptimalkan untuk inovasi dan kreativitas. Jangan untuk popoje dan hara wiri elite semata.
Sesekali bangsa ini hendaknya belajar dari negara-negara maju seperti Jepang, Kanada, Finlandia dan Amerika Serikat tentang bagaimana cara pendidikan itu maju. Bayangkan saja dana pendidikan mereka gede, fasilitas hebat, makan ditanggung lembaga pendidikan yang including dalam operasional sekolah dan universitas.
Tak ada tikus, Kadal dan ular di sana. Sebab mereka sadar bahwa pendidikan adalah jalan menuju negara yang maju. Jadi, soal Indonesia gelap mesti kita diskusikan lagi kawan. Kalau gelap karena koruptor dan distopia generasi, maka tentu kita semua bersepakat bahwa betul Indonesia gelap secara intelektual, spiritual dan moralitas.
Minum kopi dulu kawan sambil menunggu bisikan angin malam tentang apakah Morotai gelap atau terang. Kalau menurut anda ? Saya konsisten bahwa Morotai dari gelap menuju terang. Lihat saja ketika pemerintahan Rusli-Rio mulai eksis, sudah ada perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat yang dimulai dari hak-hak ASN dan PPPK.
Esok mungkin ada kebijakan spektakuler terhadap rakyat. Melalui implementasi visi-misi yang telah didengungkan saat kampanye beberapa waktu lalu. Sekali lagi terang yang saya maksud adalah ekonominya bukan isi kantong para oligarki dan elite politis yang suka memuja dan memuji kekuasaan sebelumnya.
Bicara soal pendidikan di Morotai, saya membaca berita di media Cermat edisi 06 Maret 2024. Sudah ada upaya alokasi anggaran hibah pendidikan sebesar 9 miliar; 4 M untuk Universitas Pasifik dan 5 M untuk Universitas lainnya termasuk biaya studi ke jenjang yang lebih tinggi (S2) bagi putra-putri terbaik Pulau Morotai.
Yang katanya menurut kepala bagian Kesra, menunggu instruksi Bupati untuk realisasinya. Atau bisa jadi ada perubahan besarannya tergantung MOU itu direvisi atau tidak. Kita menunggu hasilnya. Tetapi yang pasti pendidikan adalah prioritas pemerintah daerah.
Dipikiran saya dana yang totalnya 9 Miliar itu sepertinya terlalu kecil, dan sasarannya juga mesti diperbaharui.
Untuk apa diberikan kepada universitas lain diluar Unipas? Sejatinya semua dialokasikan untuk universitas Pasifik saja. Nanti formatnya di perbarui agar tak ada kesenjangan. Mestinya dari 9 M, itu di tetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Eloknya ada kenaikan alokasi dana hibah misalnya 15 atau 20 Miliar. Wow besar sekali? Ya iya ini kan soal membangun isi kepala generasi bukan isi popoje elite kho.
Jika begitu Morotai pasti terang. Terang sekali. Seterang stadion Sansiro ketika derbi antara Milan vs Inter di liga seri A Italia. Belum lagi kalau semua program Rusli-Rio diwujudkan. Mulai dari lansia, Janda, ibu hamil sampai orang mati diberikan insentif dengan nominal yang bombastis. Wow keren pasti pertumbuhan ekonomi Morotai juga naik drastis.
So, minum kopinya dulu kawan. Sambil berimajinasi dan menulis sedikit catatan untuk Morotai Terang. Iya terang, jangan gelap seperti isu nasional yang kian membumi akhir-akhir ini. Kata Adam Smith “ekonomi ibarat darah dalam tubuh manusia. Jika ia kotor maka tubuh akan mengalami gangguan, begitu sebaliknya jika ekonomi baik maka tubuh pasti sehat”.
Tidak ada komentar